Kenapa Waktu Itu Kayak Habis Mulu?

Ada yang pernah ngeluh, “Waktu kok cepet banget habis, ya?” Well, selamat datang di usia 30-an, di mana waktu berasa kayak di fast-forward. Dulu, kayaknya satu hari panjang banget; sekarang seminggu bisa tiba-tiba udah Jumat lagi aja. Sebenarnya kenapa sih sekarang waktu kita berasa terbang secepat Elon Musk bikin ide startup baru? Yuk, kita coba bedah fenomena ini dengan sedikit sarkasme dan fakta ilmiah.

1. Otak Kita Kurang Update, Mirip HP Bapak

Satu teori yang menarik datang dari Professor Adrian Bejan, yang bilang bahwa otak kita ini kayak perangkat elektronik. Waktu muda, otak kita mirip kamera slow-motion: setiap detik penuh sama banyak image yang bikin semuanya terasa lama, kayak film Bollywood yang dikit-dikit scene-nya pake slow-motion. Tapi seiring bertambahnya umur, otak kita mulai kayak HP jadul yang udah jarang di-update. Proses pengolahan informasi mulai melambat karena jaringan saraf kita makin panjang dan makin kompleks. Hasilnya? Otak kita nggak lagi ngambil “frame per second” sebanyak dulu, jadinya waktu berasa kayak lewat cepet banget—persis kayak cerita yang nggak pakai detail karena budget efeknya habis di awal​(Harvard Science in the News).

2. Hidup Jadi Routine, Welcome to the Matrix

Dulu, waktu kita remaja, semuanya serba baru. Ganti sekolah, temen baru, drama percintaan yang super lebay—otak kita waktu itu kayak spons, nyerap semuanya dengan semangat membara. Tapi sekarang? Hari-hari kita lebih mirip kopi sachet: cepat, praktis, dan hasilnya standar banget. Kita bangun, kerja, makan, tidur, ulangi. Itulah kenapa waktu remaja kayaknya lama banget, karena otak kita sibuk mencatat banyak hal baru setiap saat. Sementara di usia 30-an, hidup lebih stabil, lebih datar, dan sayangnya lebih predictable. Kalau kata Psychology Today, kita nggak ngalamain “spark” baru yang bikin otak harus belajar hal-hal unik kayak dulu lagi. Makanya, waktu terasa berlalu begitu saja, kayak playlist Spotify yang kita setel di mode shuffle, tapi semua lagunya mirip​(Psychology Today).

 

3. Overthinking, or The Fine Art of Self-Torture

Nggak cuma urusan otak yang males update, ada juga fenomena overthinking. Sekarang ini, kayaknya overthinking udah jadi hobi kolektif anak 30-an. Dari overthinking soal kerjaan, pasangan, cicilan rumah, sampai iri sama temen yang lebih sukses—semua itu berkontribusi bikin waktu lo habis tanpa terasa. Overthinking tuh kayak aplikasi yang jalan di background dan nyedot banyak RAM, bikin lo ngerasa kehabisan baterai lebih cepat. Kita nge-scroll Instagram dan ngebandingin hidup kita sama orang lain, terus berakhir dengan perasaan ‘gimana nih hidup gue kok gini-gini aja?’ Ironisnya, semua waktu yang kita pake buat mikir ini nggak ngasih kita solusi apa-apa, malah bikin makin terjebak di lingkaran setan “what if” yang nggak ada ujungnya.

4. Kultur Produktivitas yang Toxic

Jangan lupa, kita juga hidup di era di mana “produktivitas” jadi standar utama buat ngukur harga diri. Hari Minggu rebahan? Wah, buang waktu! Produktivitas udah kayak diet keto—semua orang ngerasa perlu nyobain, padahal nggak semua orang butuh. Sebuah studi dari Harvard menjelaskan bahwa banyaknya tuntutan buat terus produktif bikin kita ngerasa waktu yang ada nggak pernah cukup. Akibatnya, kita jadi merasa selalu kejar-kejaran, kayak Tom and Jerry—dan kita jelas bukan Jerry, karena kita selalu ketangkep sama rasa bersalah. Produktivitas yang terlalu dipaksakan malah bikin kita nggak punya waktu buat diri sendiri dan menikmati momen-momen kecil yang mungkin bikin hidup lebih bermakna ​(Psychology Today).

5. Realita Hidup: “Cicilan Itu Real, Bro”

Terakhir, ada realita yang nggak bisa dipungkiri: hidup di atas 30 tahun berarti tambah banyak tanggung jawab, dari cicilan rumah, tagihan listrik, sampai mikirin mau nikah kapan (kalau belum). Tanggung jawab ini bikin hidup kita berasa penuh, tapi sayangnya penuh dengan hal-hal yang nggak fun. Waktu yang kita punya terasa cepat habis bukan karena kita sibuk have fun atau explore dunia, tapi lebih karena kita sibuk menghadapi kehidupan dewasa yang penuh beban. Hidup di atas 30 tuh kayak lagu Adele—emotional, complicated, dan kadang bikin lo nangis di kamar mandi.

What Can We Do?

Jadi, gimana biar waktu nggak terus-terusan kayak diambil sama Voldemort? Ada beberapa cara buat lo coba. Pertama, coba deh switch up your routine. Lakuin hal baru, pesan makanan yang nggak biasa, atau sekadar jalan-jalan di tempat yang beda. Dengan begitu, otak lo kayak di-reset lagi buat ngasih “spark” kayak dulu waktu muda. Kedua, coba lebih mindful—fokus sama apa yang lo kerjain saat ini, nikmatin momen kecil kayak ngopi pagi sambil liat matahari. Dan terakhir, jangan lupa buat kasih waktu buat diri sendiri. Hidup nggak melulu soal produktivitas, tapi juga soal menikmati perjalanan.

Jadi, ya, waktu di usia 30-an emang rasanya lebih cepat habis. Tapi mungkin, dengan sedikit perubahan perspektif, lo bisa mulai nikmatin perjalanan ini tanpa merasa selalu kejar-kejaran sama jam. Remember, time flies, but you’re the pilot.